Rabu, 24 September 2014

SKRIPSI : BAB II : Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Prestasi Belajar Fisika Materi Pokok Listrik Dinamis Pada Siswa Kelas X MA NW Korleko Tahun Pembelajaran 2013/2014

BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN HIPOTESIS

A.    Kajian Teori
1.      Belajar dan Pembelajaran
Slameto (2003:2) mengemukakan bahwa “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Pernyataan ini mirip dengan apa yang di ungkapkan oleh Sumiati dan Asra (2008:38) yang mengatakan bahwa “belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan”. Memang benar kalau banyak orang yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, karena setiap kita belajar selalu berkaitan dengan pengalaman atau interaksi dengan lingkungan sekitar. Dengan begitu kita akan lebih peka dalam menyerap pengetahuan-pengetahuan dalam kehidupan ini. Seperti yang dikatakan oleh Haris Mudjiman (2006:1) bahwa “belajar adalah kegiatan alamiah manusia”. Perubahan tingkah laku pada suatu individu yang menjadi hasil dari pengalaman dengan lingkungan ini juga dapat dikelompokkan dalam tiga hasil yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Serperti yang dijelaskan oleh Syaiful Bahri Djamarah (2008:13) bahwa “Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Dengan memperbanyak belajar maka akan di dapatkan perubahan yang signifikan pada kepribadian disetiap individu yang belajar tersebut. Tidak hanya mengokohkan kepribadian, akan tetapi dengan banyak belajar akan membuat kita lebih peka dalam bersikap, memperbaiki prilaku dan dapat meningkatkan keterampilan. Sepertia yang dikemukakan oleh Suyono dan Hariyanto (2011:9) bahwa “belajar adalah suatu aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian”.
Begitu banyak pendapat tentang belajar menurut para ahli seperti yang dipaparkan diatas, namun
sebetulnya maksudnya sama yaitu belajar adalah sebuah aktivitas untuk mendapatkan pengetahuan dan merubah perilaku menjadi lebih baik yang didapatkan dari lingkungan. Lantas bagaimana hubungan belajar dengan pembelajaran?. Sebelum membicarakan hubungannya mari kita bahas pembelajarn terlebih dahulu.
Menurut Jamil Suprihatiningrum (2013:75) “Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar”. Kalau dilihat dari pemahaman sains konvensional, Suyono dan Hariyanto (2011:9) menjelaskan bahwa “kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan, (knowledge), atau a body of knowledge”. Menurutnya, definisi tersbebut merupakan definisi umum dalam pembelajaran sains secara konvensional. Jadi jelaslah bahwa hubungan pembelajaran dengan belajar itu adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh individu yang melibatkan informasi dan lingkungan, yang sebelumnya sudah disusun secara terencana untuk memudahkan individu tersebut dalam belajar. Dengan adanya pembelajaran maka belajarpun menjadi terencana dengan baik.
2.        Teori -Teori Belajar
a.        Teori Belajar dari Piaget
 Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh, mulai bayi yang dilahirkan sampai menginjak dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Dalam Nur (1998) empat tingkat perkembangan kognitif tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1
Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap
Perkiraan Usia
Kemampuan-kemampuan Utama
Sensorimotor
Lahir sampai 2 tahun
Terbentuknya konsep ”kepermanenan obyek” kemajuan geradual dari perilaku refleksif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan
Praoperasional
2 sampai 7 tahun
Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan obyek. Untuk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi
Operasi Kongkrit
7 sampai 11 tahun
 Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis.
Operasi Formal
11 tahun sampai dewasa
Pemikiran abstarak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah dapat Dipecahkan melalui penggunaan eksperimen dan sistematis.
  (Trianto, 2007: 15)
Berdasarkan teori di atas, Piaget menggambarkan tentang perkembangan kognitif yang merupakan adaptasi intelektual. Adapun adaptasi ini merupakan suatu proses yang melibatkan kematangan, pengalaman, interakssi sosial dan equilibration (proses dari ketiga faktor diatas bersama-sama untuk membngun dan memperbaiki struktur mental). Setiap perilaku individu bukan hanya respon terhadap sesuatu yang sudah ada, melainkan juga tergantung dari sikap mentalnya dalam melakukan pembelajaran.
Setiap tingkatan usia mempunyai tingkatan pemahaman dan tingkat cara berpikir seorang individu berbeda. Cara  berpikir pada usia 11 tahun sampai dewasa berada pada taraf operasi formal. Pada usia ini seorang individu sudah mampu memikirkan sesuatu yang sifatnya abstrak dan pada usia ini sudah mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang ada.
Perkembangan kognitif berkaitan hubungannya dengan intelektual, dan perkembangat intelektual berkaitan dengan pembelajaran. perkembangan intelektual ini dapat dilihat dari bagaimana memahami proses pembelajaran. pembelajaran dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Jean Piaget memandang belajar itu sebagai suatu tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif menyangkut tindakan yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan untuk berinteraksi dengan lingkungan, Sehinga belajar akan lebih baik atau berhasil apabila disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa yang akan diberikan.
Berdasarkan pendapat Piaget di atas tentang pemahaman dalam belajar pada tingkat usia bahwa setiap anak memiliki tingakat pemahaman atau pemikiran yang berbeda-beda. Ketika anak pada tingkat pemikiran taraf operasi formal dimana anak sudah mampu befikir secara abstarak misalnya saja konsep baru. Dalam perkembangan setiap individu yang tidak lepas dari lingkungannya yang dimana membutuhkan suatu interaksi sosial. Sehingga jika dikaitkan dengan teori belajar Piaget dengan meteode berkelompok dengan materi-materi yang membutuhkan interaksi sosial maka teori ini sangat berkaitan erat didalam prosesnya. Teori Piaget ini sangat mendukung dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif yang akan di ujikan pada sekolah MA NW Korleko yaitu pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X terutama pada materi pokok Listrik Dinamis. Karena ketika siswa berkelompok untuk menyelesaikan tugas sekolah maka interaksi sosial itu sudah mereka dapatkan untuk meningkatkan prestasi belajar terutama pada aspek kognitif.
b.      Teori Belajar Menurut Pandangan Konstruktivisme
Piaget merupakan salah seorang tokoh pelopor aliran konstruktivisme. “Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi yang kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai” (Trianto,2007:13). Selain itu, Nur (2002) dalam Trianto (2007: 13). berpendapat “Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya”
Teori konstruktivisme ini menekankan pada siswa harus bisa bekerja sendiri dan lebih mandiri. Fungsi guru disini tidak hanya sebagai pengajar yang memberikan materi, namum memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri. Disamping itu tidak hanya guru yang berperan disini, melaikan siswa juga harus ikut berperan aktif untuk membangun dan mengembangkan dirinya. Hubungan teori konstruktivisme dengan model yang digunakan peneliti adalah sama-sama menekankan siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, disamping itu siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaannya sendiri dengan cara saling bekerjasama dalam menyelesaikannya. Dalam hal ini siswa memikirkan permaslaahan yang diberikan oleh guru (Think), setelah itu siswa berpasangan dengan teman sebangku untuk mendiskusikan masalah yang telah diberikan oleh guru tersebut (Pair). Setelah proses Think dan Pair dilakukan baru kemudian Share yaitu setiap pasangan maju ke depan kelas untuk presentasi/ membagi hasil diskusi kepada semua teman kelas.
c.          Teori Belajar Menurut David Ausubel
Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dahar, 1988: 137 dalam Trianto, 2007: 25). Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa. Pernyataan inilah yang menjadi inti dari teori belajar Ausubel. Dengan demikian proses terjadinya belajar bermakna adalah bahwa, konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.
Berdasarkan teori Ausubel di atas, kegiatan membantu siswa dalam menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi yang dipelajari, sangat diperlukan interaksi sejawat untuk menemukan sesuatu yang baru yang belum diketahui berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Kaitan antara pembelajaran fisika dengan model kooperatif dengan belajar bermakna Ausubel adalah bahwa, model kooperatif membutuhkan interaksi social didalamnya, siswa akan mengalami interaksi dimana mereka akan saling bertukar pikiran sehingga mereka akan menemukan sesuatu yang baru saat berinteraksi. Sehingga siswa mengetahui apa tempat mereka belum mengerti dari interaksi tersebut sehingga belajar bermakna akan tercapai.
Menurut Ausubel  bahwa perkembangan konsep paling baik bila diawali dari unsur-unsur yang bersifat umum, paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan dulu baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari suatu konsep. Pada pembelajaran kooperatif tipe TPS, penyajian materi secara garis besar disampaikan oleh guru, kemudian siswa diberikan permasalahan yang lebih spesifik terkait dengan materi yang dipelajari. Dengan kata lain belajar berlangsung dari yang umum ke khusus.
3.        Hakikat Pembelajaran Fisika
Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam atau dikenal dengan sains. Sains merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. Sains didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa sains merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya sains atau fisika merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Sains memiliki dua sisi yaitu sebagai proses dan sisi lain sebagai produk. Proses sains merupakan upaya pengumpulan dan penggunaan bukti untuk menguji dan mengembangkan gagasan. Suatu teori pada mulanya berupa gagasan imajinatif dan gagasan itu akan tetap sebagai gagasan imajinatif selama belum bisa menyajikan sejumlah bukti. Penggunaan bukti sangat pokok dalam kegiatan sains termasuk fisika.
4.      Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif timbul dari sebuah konsep yang menyatakan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit apabila mereka berdiskusi dalam menyelesaikannya dengan temannya. Dalam penyelesaian masalah secara berkelompok, siswa harus saling membantu dengan mereka bertukar pikiran untuk menyelesaikannya. Jadi disini akan timbul interaksi sosial yang merupakan aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Menurut Eggen dan Kauchak (1996) (dalam Trianto, 2007: 42) ”Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”. Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan kognitifnya. Siswa bekerja dalam satu kelompok, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnies dan kemampuan, mengembangkan keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Banyak sekali jenis atau tipe pembelajaran kooperatif, misalnya tipe STAD (Student Teams Achievement Development), TPS (Think-Pairs-Share), NHT (Numbered Heads Together), Jigsaw, TGT (Teams Games Tournaments), Group Investigation, dan lain-lain. Pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, dimana siswa belajar untuk bekerja dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran, yang mana hal ini akan membuat mereka bisa mengembangkan keterampilan sosial sebagaimana yang terjadi di dunia nyata. Menurut Agus Suprijono (2010: 57) ”Kelompok bukanlah semata-mata sekumpulan orang. Kumpulan disebut kelompok apabila ada interaksi, mempunyai tujuan, berstruktur dan groupness”. Groupness disini diartikan sebagai kelompok merupakan satu kesatuan. Arends (1997) (dalam Trianto, 20007: 47) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a)Siswa bekerja dalam kelompok secaara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar. b)Kelompok dibentuk dari siswa yang memepunyai kemempuan tinggi, sedang, dan rendah. c)Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yag beragam. d)Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.

Dari uraian tinjauan tentang pembelajaran kooperatif ini, dapat dinyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan kerjasama yang baik antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan, dan penghargaaan. Tingkat keberhasilan pembelajaran kooperatif tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok yang sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam belajar kelompok.
Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tahap-Tahap

Tingkah Laku Guru

Tahap 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar
Tahap 2: Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Tahap 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Tahap 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Tahap 5: Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Tahap 6: Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
   Sumber: Ibrahim, dkk. (2000) (dalam Trianto 2007: 49)
Pembelajaran kooperatif dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Langkah kedua guru menyajikan informasi, selanjutnya siswa dikelompokkan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Tahap terakhir pada pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajar dan memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
5.      Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)
Think pair share merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985 sebagai salah satu struktur kegiatan cooperative learning. Think pair share memberikan waktu kepada para siswa untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Think pair share memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari pembelajaran ini adalah optimalisasi partisiapasi siswa. Ciri utama pada model pembelajaran kooperatif tipe think pair share adalah tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran, yaitu langkah think (berpikir secara individual), pair (berpasangan dengan teman sebangku), dan share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas).
a)    Think (berpikir secara individual)
Pada tahap think, guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan siswa diminta untuk berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan. Pada tahapan ini, siswa sebaiknya menuliskan jawaban mereka, hal ini karena guru tidak dapat memantau semua jawaban siswa sehingga melalui catatan tersebut guru dapat mengetahui jawaban yang harus diperbaiki atau diluruskan di akhir pembelajaran. Dalam menentukan batasan waktu untuk tahap ini, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, jenis dan bentuk pertanyaan yang diberikan, serta jadwal pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Kelebihan dari tahap ini adalah adanya “think time” atau waktu berpikir yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir mengenai jawaban mereka sendiri sebelum pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain. Selain itu, guru dapat mengurangi masalah dari adanya siswa yang mengobrol, karena tiap siswa memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.
b)   Pair (berpasangan dengan teman sebangku)
Langkah kedua adalah guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilakan jawaban bersama. Biasanya guru mengizinkan tida lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Setiap pasangan siswa saling berdiskusi mengenai hasil jawaban mereka sebelumnya sehingga hasil akhir yang didapat menjadi lebih baik, karena siswa mendapat tambahan informasi dan pemecahan masalah yang lain.
c)    Share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan lain atau dengan seluruh kelas. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Langkah ini merupakan penyempurnaan dari langkah-langkah sebelumnya, dalam arti bahwa langkah ini menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok yang lain. Hal ini juga agar siswa benar-benar mengerti ketika guru memberikan koreksi maupun penguatan di akhir pembelajaran.
Tabel 2.3
 Langkah-langkah (syntaks) model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
Langkah-langkah
Kegiatan Pembelajaran
Tahap 1
Pendahuluan
-   Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk tiap kegiatan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
-   Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
Tahap 2
Think
-   Guru menggali pengetahuan awal siswa melalui kegiatan demonstrasi.
-   Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada seluruh siswa.
-   Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu.
Tahap 3
Pair
-   Siswa dikelompokkan dengan teman sebangkunya.
-   Siswa berdiskusi dengan pasangannya mengenai jawaban tugas yang telah dikerjakan.
Tahap 4
Share
-   Satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk berbagi pendapat kepada seluruh siswa di kelas dengan dipandu oleh guru.
Tahap 5
Penghargaan
-   Siswa dinilai secara individu dan kelompok.
Penjelasan dari setiap langkah adalah sebagai berikut:
a.         Tahap pendahuluan
Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini, guru juga menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan.
b.        Tahap Think (berpikir secara individual)
Proses Think Pair Share dimulai pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali konsepsi awal siswa. Pada tahap ini, siswa diberi batasan waktu (“Think Time”) oleh guru untuk memikirkan jawabannya secara individual terhadap pertanyaan yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.
c.         Tahap Pair (berpasangan dengan teman sebangku)
Pada tahap ini, guru mengelompokkan siswa secara berpasangan. Guru menentukan bahwa pasangan setiap siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak pindah mendekati siswa lain yang pintar dan meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian, siswa mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan jawaban secara bersama.
d.        Tahap Share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas)
Pada tahap ini, siswa dapat mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau secara kooperatif kepada kelas sebagai keseluruhan kelompok. Setiap anggota dari kelompok dapat memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka.
e.         Tahap penghargaan
Siswa mendapat penghargaan berupa niali baik secara individu maupun kelompok. Nilai individu berdasarkan hasil jawaban pada tahap Think, sedangkan nilai kelompok berdasarkan jawaban pada tahap Pair dan Share, terutama pada saat presentasi memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah dan menemukan segala sesuatu untuk dirinya.
Menurut teori konstruktivisme, siswa sebagai pemain dan guru sebagai fasilitator. Guru mendorong siswa untuk mengembangkan potensi secara optimal. Siswa belajar bukanlah menerima paket-paket konsep yang sudah dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri yang mengemasnya. Bagian terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, siswalah yang harus aktif mengembangkan kemampuan mereka, bukan guru atau orang lain. Mereka harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
6.    Prestasi Belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Adapun prestasi dapat diartikan sebagai hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan bahwa belajar adalah menyerap pengetahuan. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar.
Memahami prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan. Sehubungan dengan prestasi belajar, Poerwanto (1986:28) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.” Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Sedangkan menurut Nasution (1996:17) prestasi belajar adalah “kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berpikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.” 
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan  tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual seseorang menurut Bayley (1979) dalam Slameto (2010: 131) yaitu: 1) Keturunan dimana studi korelasi nilai-nilai tes intelegensi diantara anak-anak dengan orang tua, atau dengan kakek-neneknya, menunjukkan adanya pengaruh factor keturunan terhadap tingkat kemempuan mental seseorang sampe tingkat tertentu; 2) Latar belakang sosial ekonomoi adalah pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai usia 3 tahun sampai dengan remaja; 3) Lingkungan hidup, jika lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang kurang baik pula; 4) Kondisi fisik dimana keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah; 5) Iklim emosi dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembngan mental individu yang bersangkutan.
Dalam taksonomi ada tiga aspek yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto ( 2009 : 116 ), yaitu aspek kognitif yang meliputi mengenal atau pengetahuan pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Aspek afektif yang meliputi pandangan atau pendapat, sikap atau nilai. Dan aspek psikomotor meliputi peniruan, pengunaan ketelitian.
Banyak sekali faktor - faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar atau prestasi belajar. Berhasil tidaknya seseorang dalam mencapai prestasi belajar yang dimiliki dapat dipengaruhi oleh dua faktor:
a.         Faktor Internal
Faktor internal ialah faktor yang mencakup seluruh pribadi yang bersangkutan termasuk fisik dan mental. Jadi faktor ini berasal dan dituntut sendiri oleh siswa karena berasal dari diri pribadi. faktor yang mempengaruhi prestasi belajar terdiri dari perhatian, minat, bakat, motivasi, dan kecerdasan.
b.        Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar individu yang berrsangkutan. Misalnya faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk mengetahui besar hasilnya yang dicapai oleh siswa terlebih dahulu diadakan pengukuran. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pengukuran ialah membandingkan sesuatu dengan ukuran (Suharsimi Arikunto, 2009:2).  Jadi pengukuran hasil belajar ini sangat penting karena hasilnya dapat memberikan gambaran tentang kemajuan belajar, efektivitas dan efesiensi proses belajar mengajar. Pelajaran yang efektif menghendaki digunakannya alat ukur serta metode untuk menentukan apakah suatu hasil belajar benar-benar telah tercapai.
7.        Listrik Dinamis
Listrik adalah salah satu bentuk energi yang ditimbulkan oleh gerak partikel-partikel bermuatan yang disebut elektron. Listrik sudah ada sejak terbentuknya alam raya ini. Kalian dapat melihat fenomena listrik secara alami di alam raya ini yaitu petir. Di awan terjadi loncatan elektron yang akan membentuk petir. Studi tentang listrik dibagi menjadi dua, yaitu listrik statis (berkaitan dengan muatan listrik dalam keadaan diam) dan listrik dinamis (berkaitan dengan muatan listrik dalam keadaan bergerak yang disebut arus listrik). Pada pembahasan ini kita akan membahas khusus tentang listrik dinamis.
a.       Arus Listrik
Arus listrik bergerak dari potensial tinggi ke potensial rendah, dari positif ke negatif, dari anoda ke katoda. Syarat terjadinya arus listrik adalah karena adanya perbedaan potensial yang ditimbulkan oleh sumber arus atau sumber tegangan. Jadi arus listrik adalah muatan listrik yang mengalir dalam suatu rangkaian. Seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1. Aliran muatan listrik
Besarnya arus listrik dinamakan kuat arus listrik yang di definisikan sebagai banyaknya muatan listrik yang mengalir pada penampang suatu konduktor tiap satu satuan waktu. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.
I = Q/t
 (2.1)
Keterangan :
I = Kuat arus listrik (ampere)
Q = muatan listrik (coulomb)
t = waktu (sekon)
b.      Beda Potensial (Tegangan)
Beda potensial akan muncul pada dua ujung penghantar jika ujung itu dihubungkan ke sumber tegangan. Alat yang digunakan untuk mengukur tegangan adalah voltmeter. Dalam penggunaannya, voltmeter harus disusun secara paralel dengan dengan komponen yang akan diukur tegangannya. Perlu diperhatikan bahwa titik yang potensialnya lebih tinggi harus dihubungkan ke kutub positif, sedangkan titik yang potensialnya rendah dihubungkan ke kutub negatif.
Besar tegangan yang timbul pada suatu rangkaian ditentukan oleh arus dan hambatan pada rangkaian tersebut, dan dapat dinyatakan sebagai berikut.
V = I R
(2.2)
Keterangan :
V = Beda potensial (volt) 
I = Arus listrik (ampere) 
R = Hambatan (ohm)
c.       Hukum Ohm
 Hukum ohm merupakan hukum yang menjelaskan hubungan antara beda potensial di ujung suatu penghantar dengan kuat arus yang mengalir pada penghantar tersebut dengan suhu tetap. Hukum ohm berbunyi “besarnya kuat arus (I) yang melalui konduktor antara dua titik berbanding lurus dengan beda potensial atau tegangan (V) di dua titik tersebut, dan berbanding terbalik dengan hambatan atau resistansi (R) di antara mereka”. Hukum ini ditemukan oleh George Simon Ohm sehingga disebut hukum ohm. Secara matematis, hukum ohm dinyatakan sebagai berikut.
I = V/R                                                                                                           (2.3)
Hambatan merupakan ukuran perlawanan komponen terhadap aliran muatan listrik, dan merupakan perbandingan beda potensial suatu rangkaian terhadap arus yang mengalir di dalamnya. Hambatan listrik diddan secara matermatis dinyatakan sebagai berikut.
R = V/I                                                                                                       (2.4)
Satuan hambatan listrik adalah ohm dan diberi simbol Ω. Untuk 1 ohm adalah hambatan listrik dari sebuah objek yang memberi kemungkinan arus listrik 1 ampere mengalir apabila beda potensial 1 volt ditempatkan di antaranya.
Hambatan listrik tidak bergantung pada ukuran atau bentuk kawat, tetapi ditentukan dari jenis kawatnya. Besar hambatan listrik dari suatu penghantar yang berbentuk silinder atau tabung yang memiliki panjang dan luas penampang bergantung pada jenis kawat, panjang penghantar, dan luas penampang pengantar. Hambatan listrik dapat dirumuskan dalam persamaan berikut.
persamaan (2.5)

Keterangan:
R = hambatan (ohm)
 = hambatan jenis bahan (ohm. Meter)
l = panjang kawat penghantar (m)
A = luas penampang (m2).
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa:
ü Semakin panjang kawat, semakin besar nilai hambatan.
ü Semakin besar luas penampang kawat, semakin kecil hambatan.
ü Jenis kawat berbeda, nilai hambatannya juga berbeda.
 (dibaca rho) adalah tetapan yang menyatakan hambatan jenis dari suatu bahan. Hambatan jenis adalah nilai kemampuan bahan untuk melawan aliran arus listrik. Tetapan ini menentukan sifat khas dari setiap bahan yang tidak bergantung ukuran dan bentuk penhantar. Penghantar sejenis akan memiliki hambatan jenis yang sama. Secara umum, hambatan bahan akan bertambah apabila suhunya naik. Dalam suatu batasan perubahan suhu tertentu, perubahan hambatan jenis sebanding dengan perubahan suhu dan dinyatakan sebagai berikut.



(2.6)
Hambatan listrik sebanding dengan hamnatan jenis sehingga apabila hambatan jenis kawat mengalami perubahan pada saat suhunya berubah, maka hambatan listriknya akan mengalami perubahan. Persamaannya sebagai berikut.
(2.7)
Keterangan:
R = hambatan bahan (ohm)
 = hambatan jenis bahan (ohm. Meter)
 = koefisien suhu hambatan jenis (oC-1)
 = perubahan suhu.
d.      Energi Listrik
Energi listrik (W) adalah energi yang ditimbulkan oleh adanya aliran muatan listrik dalam suatu rangkaian listrik tertutup. Energi listrik yang diberikan oleh suatu sumber tegangan untuk mengalirkan arus listrik pada suatu penghantar yang terdapat hambatan selama selang waktu tertentu dinyatakan oleh persamaan berikut.
W = V I t
(2.8)
Jika dihubungkan dengan hukum ohm, maka persamaan energi listrik menjadi sebagai berikut.
(2.9)
e.       Daya Listrik
Daya listrik (P) adalah energi listrik per satuan waktu atau energi listrik yang terpakai setiap detik. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.
(2.10)
Arus listrik yang mengalir pada suatu rangkaian menyebabkan daya yang diberikan oleh baterai tersebut hilang dalam bentuk kalor. Daya seperti ini disebut daya disipasi. Jika dihubungkan dengan hukum ohm, maka persamaan daya disipasi adalah sebagai berikut.
(2.11)
f.       Tegangan AC dan DC
1)        Tegangan AC
Sumber tegangan AC (alternating current) menghasilkan arus AC atau arus bolak-balik. Arus bolak balik adalah arus listrik yang besar dan arahnya berubah-ubah secara teratur (periodik). Nilai efektif arus atau tegangan bolak-balik adalah arus atau tegangan AC yang setara dengan arus atau tegangan yang menghasilkan jumlah kalor yang sama ketika melalui suatu penghantar dalam waktu yang sama. Pemasangan ampermeter dan voltmeter pada rangakian AC tidak perlu memperhatikan polaritas ujung rangkaian karena arus AC selalu berubah arah. Bentuk grafik arus bolak-balik adalah sinusoidal yang bisa terletak diatas sumbu waktu maupun dibawah sumbu waktu. Pada saat bagian atas sumber AC berpolaritas positif, sedangkan bagian bawah berpolaritas negatif, maka arus listrik akan mengalir searah jarum jam. Sementara itu, apabila bagian atas sumber AC berpolaritas negatif dan bagian bawah berpolaritas positif, maka arus akan mengalir berlawanan dengan arah jarum jam. Kondisi ini tus terjadi secara teratur.
Arus atau tegangan yang ditunjukkan oleh amperemeter/ voltmeter merupakan nilai efektif dari arus atau tegangan tersebut. Arus rata-rata AC adalah nol karena luas bukit pada kurva sinusoidal sama dengan luas lembah pada kurva sinusoidal. Nilai maksimum arus atau tegangan AC sama dengan nilai efektif dikalikan dengan . Ketentuan untuk mencari arus efektif (Ief) dan tegangan efektif (Vef) adalah sebagai berikut.
(2.12)
Keterangan:
= arus efektif (ampere)
= arus maksimal (ampere)
(2.13)
Keterangan:
Vef = tegangan efektif (volt)
Vmax = tegangan maksimum
2)        Tegangan DC
Sumber tegangan DC(direct current) menghasilkan arus DC atau arus searah. Arus searah adalah arus yang mengalir dalam satu arah, yaitu keluar dari kutub positif dan menuju kutub negatif. Besar arus listrik yang dihasilkan oleh sumber tegangan DC dan melalui suatu penghantar yang memiliki hambatan yang tetap akan selalu tetap. Pada pemasangan amperemeter dan boltmeter, perlu diperhatikan arah kutub-kutub rangkaian karena arus DC hanya mengalir dalam satu arah. Pada saat akan mengukur arus atau tegangan pada suatu rangkaian, polaritas ujung-ujung ranghaian harus diperhatikan, yaitu ujung potensial positif dihubungkan dengan kutup positif alat, dan ujung potensial negatif dihubungkan dengan kutub negatif alat.
g.    Aplikasi Tegangan AC dan DC
Penggunaan arus searah (DC) dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pada pengisian aki mobil, pelapisan logam satu dengan logam lain dengan cara kimia, dan sumber tegangan penggerak mainan anak-anak. Arus bolak-balik (AC) memiliki lebih banyak keuntungan daripada arus searah DC mainan anak-anak. Arus bolak-balik (AC) memiliki lebih banyak keuntungan daripada arus searah DC diantaranya adalah besar tegangannya dapat diatur dan rangkaiannya lebih sederhana. Oleh karena itu, sebagian besar energi listrik dibangkitkan dalam bentuk arus bolak-balik. Penggunaan arus AC dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pada semua peralatan listrik di rumah tangga, misalnya telivisi, radio, kulkas, dan alat penanak nasi.

B.       Kerangka Berpikir
Hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika masih rendah, karena selama ini pembelajaran fisika masih terpusat pada guru yang selalu memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas sehingga perlu diadakan perubahan dalam kegiatan belajar mengajar dengan siswa sebagai pusat pembelajaran berdasarkan teori pembelajaran Vygotsky. ‘Fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu itu. Teori ini menekankan adanya hakikat sosial dari belajar dan menyarankan untuk menggunakan pola berpasangan dalam kelompok belajar yang kemampuan anggota kelompoknya berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual.
Dari beberapa model pembelajaran yang ada, salah satu cara yang dapat digunakan guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran  kooperatif (cooperative learning) dengan tipe TPS (Think Pair Share). Dengan teknik belajar mengajar Think Pair Share yang disebutkan Fogarty dan Robin siswa dilatih untuk banyak berfikir dan saling tukar pendapat baik dengan teman sebangku ataupun dengan teman sekelas, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar pada ranah kognitif siswa karena siswa dituntut untuk mengikuti proses pembelajaran agar dapat menjawab setiap pertanyaan dan berdiskusi.
C.      Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan adalah hasil-hasil penelitian sebelumnya yang mirip dengan penelitian yang akan dilakukan. Ada beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan, antara lain:
1.        Hirlan Abadi (2011/2012) “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Dan Numbered Head Together (NHT) Ditinjau Dari Minat Belajar SiswaTerhadap Hasil Belajar Siswa( Studi Kasus di MA Mu’allimin NW Pancor pada Materi Gerak Lurus Tahun Pelajaran 2011/2012 )”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Dan Numbered Head Together (NHT)  Terdapat pengaruh minat belajar siswa kategori tinggi dengan siswa yang minat belajarnya rendah terhadap hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh Hirlan Abadi dengan peneliti yaitu sama-sama menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Shre (TPS). Adapun perbedaannya adalah, peneliti menggunakan satu pariabel bebas sedangkan Hirlan abadi menggunakan dua variabel bebas yaitu TPS dan NHT. Materi yang digunakan juga berbeda dengan peneliti. Hirlan abadi menggunakan materi Gerak Lurus, sedangkan Peneliti menggunakan materi Listrik Dinamis.
2.        Muhammad Aminudin (2010/ 2011) “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) Untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Fisika Pada Materi Wujud Zat di Kelas VII MTs. NW Senyiur Tahun Pelajaran 2010/2011”. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa model pemelajaran kooperatif Tipe TPS dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar fisika siswa kelas VII di MTs. NW Senyiur. Persamaan penelitian Muhammad Aminudin dengan peneliti adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Adapun perbedaannya adalah materi dan tempat penelitiannya. Muhammad Aminudin menggunakan materi Wujud Zat dan di Sekolah MTs. NW Senyiur, sedangkan peneliti menggunakan materi Listrik Dinamis di Sekolah MA NW Korleko.
3.        Rihlatul Uzzah (2011/2012) “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Suralaga Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian Rihlatul Uzzah menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa kelas VII di SMP Negeri 1 suralaga. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama menggunakan variabel bebas TPS. Adapun perbedaannya adalah lokasi tempat meneliti. Rihlatul Uzzah meneliti di SMP Negeri 1 Suralaga, sedangkan peneliti di MA NW Korleko.
4.        Muliyana (2010) dengan penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share untuk meningkatkan ketuntasan belajar biologi siswa kelas VIII MTs. NW Tampih tahun pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa dengan prestasi belajar yang maksimal.
5.        Rihana, tentang efektivitas penggunaan model pembelajaran Think Pair Share terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Suralaga tahun pelajaran 2010/2011 yang menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Think Pair Share sangat efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.
6.        Endah Neni Mastuti (2009) yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Biologi dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) pada Siswa Kelas VIIID SMP Negeri 2 Gondang Sragen Tahun Pelajaran 2008/2009” Menyimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SMP Negeri 2 Gondang Sragen.
7.        Penelitian Hendrawan (2008) yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Membantu Dan Memotivasi Siswa Kelas Xa SMA YPPI-II Tahun Pelajaran 2009/2010”, Menyimpulkan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif diupayakan agar siswa saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
8.        Penelitian Hernawati (2007) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII E SMP N 14 Tegal dalam Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel”, menyimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII E SMP N 14 Tegal.

D.       Hipotesis
Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah ada pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) terhadap prestasi belajar fisika materi pokok Listrik Dinamis pada Siswa kelas X MA NW Korleko tahun pembelajaran 2013/2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.