BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA
BERPIKIR, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN HIPOTESIS
A.
Kajian
Teori
1.
Belajar dan Pembelajaran
Slameto (2003:2)
mengemukakan bahwa
“belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Pernyataan ini mirip dengan apa yang di ungkapkan oleh Sumiati
dan Asra (2008:38) yang mengatakan
bahwa “belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat
interaksi individu dengan lingkungan”.
Memang benar kalau banyak orang yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru
yang terbaik, karena setiap kita belajar selalu berkaitan dengan pengalaman
atau interaksi dengan lingkungan sekitar. Dengan begitu kita akan lebih peka
dalam menyerap pengetahuan-pengetahuan dalam kehidupan ini. Seperti yang
dikatakan oleh Haris Mudjiman (2006:1) bahwa
“belajar adalah kegiatan alamiah manusia”. Perubahan
tingkah laku pada suatu individu yang menjadi hasil dari pengalaman dengan
lingkungan ini juga dapat dikelompokkan dalam tiga hasil yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Serperti yang dijelaskan oleh Syaiful
Bahri Djamarah (2008:13) bahwa “Belajar
adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Dengan memperbanyak belajar maka akan di dapatkan
perubahan yang signifikan pada kepribadian disetiap individu yang belajar
tersebut. Tidak hanya mengokohkan kepribadian, akan tetapi dengan banyak
belajar akan membuat kita lebih peka dalam bersikap, memperbaiki prilaku dan
dapat meningkatkan keterampilan. Sepertia yang dikemukakan oleh Suyono
dan Hariyanto (2011:9) bahwa
“belajar adalah suatu aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan
kepribadian”.
Begitu banyak
pendapat tentang belajar menurut para ahli seperti yang dipaparkan diatas,
namun
sebetulnya maksudnya sama yaitu belajar adalah sebuah aktivitas untuk
mendapatkan pengetahuan dan merubah perilaku menjadi lebih baik yang didapatkan
dari lingkungan. Lantas bagaimana hubungan belajar dengan pembelajaran?.
Sebelum membicarakan hubungannya mari kita bahas pembelajarn terlebih dahulu.
Menurut Jamil
Suprihatiningrum (2013:75) “Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang
melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk
memudahkan siswa dalam belajar”. Kalau dilihat dari pemahaman sains
konvensional, Suyono dan Hariyanto (2011:9) menjelaskan bahwa “kontak manusia
dengan alam diistilahkan dengan pengalaman (experience).
Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan, (knowledge), atau a body of knowledge”. Menurutnya, definisi tersbebut merupakan
definisi umum dalam pembelajaran sains secara konvensional. Jadi jelaslah bahwa
hubungan pembelajaran dengan belajar itu adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh individu yang melibatkan informasi dan lingkungan, yang
sebelumnya sudah disusun secara terencana untuk memudahkan individu tersebut
dalam belajar. Dengan adanya pembelajaran maka belajarpun menjadi terencana
dengan baik.
2.
Teori -Teori Belajar
a. Teori Belajar dari Piaget
Menurut teori Piaget, setiap individu pada
saat tumbuh, mulai bayi yang dilahirkan sampai menginjak dewasa mengalami empat
tingkat perkembangan kognitif. Dalam Nur (1998) empat tingkat perkembangan
kognitif tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel
2.1
Tahap-Tahap
Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap
|
Perkiraan
Usia
|
Kemampuan-kemampuan Utama
|
Sensorimotor
|
Lahir sampai 2 tahun
|
Terbentuknya konsep ”kepermanenan obyek” kemajuan geradual dari
perilaku refleksif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan
|
Praoperasional
|
2 sampai 7 tahun
|
Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan
obyek. Untuk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi
|
Operasi Kongkrit
|
7 sampai 11 tahun
|
Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis.
|
Operasi Formal
|
11 tahun sampai dewasa
|
Pemikiran abstarak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah dapat
Dipecahkan melalui penggunaan eksperimen dan sistematis.
|
(Trianto, 2007: 15)
Berdasarkan
teori di atas, Piaget menggambarkan tentang perkembangan kognitif yang
merupakan adaptasi intelektual.
Adapun adaptasi ini merupakan suatu proses yang melibatkan kematangan,
pengalaman, interakssi sosial dan equilibration (proses dari ketiga faktor
diatas bersama-sama untuk membngun dan memperbaiki struktur mental). Setiap
perilaku individu bukan hanya respon terhadap sesuatu yang sudah ada, melainkan
juga tergantung dari sikap mentalnya dalam melakukan pembelajaran.
Setiap tingkatan usia mempunyai tingkatan pemahaman dan
tingkat cara berpikir seorang individu berbeda. Cara berpikir pada usia 11 tahun sampai dewasa
berada pada taraf operasi formal. Pada usia ini seorang individu sudah mampu
memikirkan sesuatu yang sifatnya abstrak dan pada usia ini sudah mampu
menyelesaikan setiap permasalahan yang ada.
Perkembangan kognitif berkaitan hubungannya dengan
intelektual, dan perkembangat intelektual berkaitan dengan pembelajaran. perkembangan
intelektual ini dapat dilihat dari bagaimana memahami proses pembelajaran. pembelajaran
dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya
pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Jean Piaget memandang belajar itu
sebagai suatu tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran.
Tindakan kognitif menyangkut tindakan yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan
menggunakan pengetahuan untuk berinteraksi dengan lingkungan, Sehinga belajar
akan lebih baik atau berhasil apabila disesuaikan dengan tingkat perkembangan
siswa yang akan diberikan.
Berdasarkan
pendapat Piaget di atas tentang pemahaman dalam belajar pada tingkat usia bahwa
setiap anak memiliki tingakat pemahaman atau pemikiran yang berbeda-beda.
Ketika anak pada tingkat pemikiran taraf
operasi formal dimana anak sudah mampu befikir secara abstarak misalnya saja konsep
baru. Dalam perkembangan setiap individu yang tidak lepas dari lingkungannya
yang dimana membutuhkan suatu interaksi sosial. Sehingga
jika dikaitkan dengan teori belajar Piaget dengan meteode berkelompok dengan
materi-materi yang membutuhkan interaksi sosial maka teori ini sangat berkaitan
erat didalam prosesnya. Teori Piaget ini
sangat mendukung dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif yang akan di
ujikan pada sekolah MA NW Korleko yaitu pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X terutama pada materi pokok Listrik
Dinamis. Karena ketika siswa berkelompok untuk menyelesaikan tugas sekolah maka
interaksi sosial itu sudah mereka dapatkan untuk meningkatkan prestasi belajar
terutama pada aspek kognitif.
b. Teori
Belajar Menurut Pandangan Konstruktivisme
Piaget merupakan salah seorang tokoh pelopor aliran konstruktivisme. “Teori
konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi yang kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai”
(Trianto,2007:13). Selain itu, Nur (2002) dalam Trianto (2007: 13). berpendapat
“Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam
benaknya”
Teori
konstruktivisme ini menekankan pada siswa harus bisa bekerja sendiri dan lebih
mandiri. Fungsi guru disini tidak hanya sebagai pengajar yang memberikan
materi, namum memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri.
Disamping itu tidak hanya guru yang berperan disini, melaikan siswa juga harus
ikut berperan aktif untuk membangun dan mengembangkan dirinya. Hubungan teori
konstruktivisme dengan model yang digunakan peneliti adalah sama-sama
menekankan siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, disamping itu
siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaannya sendiri dengan cara
saling bekerjasama dalam menyelesaikannya.
Dalam hal ini siswa memikirkan permaslaahan yang diberikan oleh guru (Think), setelah itu siswa berpasangan
dengan teman sebangku untuk mendiskusikan masalah yang telah diberikan oleh
guru tersebut (Pair). Setelah proses Think dan Pair dilakukan baru kemudian Share
yaitu setiap pasangan maju ke depan kelas untuk presentasi/ membagi hasil
diskusi kepada semua teman kelas.
c.
Teori Belajar Menurut David Ausubel
Inti dari teori
Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan
suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dahar,
1988: 137 dalam Trianto, 2007: 25).
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah
diketahui oleh siswa. Pernyataan inilah yang menjadi inti dari teori belajar
Ausubel. Dengan demikian proses terjadinya belajar bermakna adalah bahwa, konsep
baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur
kognitif siswa.
Berdasarkan
teori Ausubel di atas,
kegiatan membantu siswa dalam menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi
yang dipelajari, sangat diperlukan interaksi sejawat untuk menemukan sesuatu
yang baru yang belum diketahui berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.
Kaitan antara pembelajaran fisika dengan model kooperatif dengan belajar
bermakna Ausubel adalah bahwa, model kooperatif membutuhkan interaksi social
didalamnya, siswa akan mengalami interaksi dimana mereka akan saling bertukar
pikiran sehingga mereka akan menemukan sesuatu yang baru saat berinteraksi.
Sehingga siswa mengetahui apa tempat mereka belum mengerti dari interaksi
tersebut sehingga belajar bermakna akan tercapai.
Menurut
Ausubel bahwa perkembangan konsep paling
baik bila diawali dari unsur-unsur yang bersifat umum, paling inklusif dari
suatu konsep diperkenalkan dulu baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan
lebih khusus dari suatu konsep. Pada pembelajaran kooperatif tipe TPS,
penyajian materi secara garis besar disampaikan oleh guru, kemudian siswa
diberikan permasalahan yang lebih spesifik terkait dengan materi yang
dipelajari. Dengan kata lain belajar berlangsung dari yang umum ke khusus.
3.
Hakikat Pembelajaran Fisika
Fisika
merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam atau dikenal dengan
sains. Sains merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. Sains didefinisikan
sebagai sekumpulan pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh
dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan
keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini
memberi pengertian bahwa sains merupakan cabang pengetahuan yang dibangun
berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan
diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan
aplikasi penalaran
matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada
hakikatnya sains atau fisika merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam
yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji
kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Sains
memiliki dua sisi yaitu sebagai proses dan sisi lain sebagai produk. Proses
sains merupakan upaya pengumpulan dan penggunaan bukti untuk menguji dan
mengembangkan gagasan. Suatu teori pada mulanya berupa gagasan imajinatif dan
gagasan itu akan tetap sebagai gagasan imajinatif selama belum bisa menyajikan
sejumlah bukti. Penggunaan bukti sangat pokok dalam kegiatan sains termasuk
fisika.
4.
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif timbul dari sebuah konsep yang
menyatakan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang
sulit apabila mereka berdiskusi dalam menyelesaikannya dengan temannya. Dalam penyelesaian
masalah secara berkelompok, siswa harus saling membantu dengan mereka bertukar
pikiran untuk menyelesaikannya. Jadi disini akan timbul interaksi sosial yang
merupakan aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Menurut Eggen dan Kauchak (1996) (dalam Trianto, 2007:
42) ”Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang
melibatkan siswa secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”. Para ahli
telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan kognitifnya.
Siswa bekerja dalam satu kelompok, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki
hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnies dan
kemampuan, mengembangkan keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah. Pembelajaran
kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun
kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Banyak sekali jenis atau tipe
pembelajaran kooperatif, misalnya tipe STAD (Student Teams Achievement Development), TPS (Think-Pairs-Share), NHT (Numbered Heads Together), Jigsaw, TGT (Teams
Games Tournaments), Group Investigation, dan lain-lain. Pembelajaran
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, dimana siswa belajar untuk bekerja
dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran, yang mana hal ini akan
membuat mereka bisa mengembangkan keterampilan sosial sebagaimana yang terjadi
di dunia nyata. Menurut Agus Suprijono (2010: 57) ”Kelompok bukanlah
semata-mata sekumpulan orang. Kumpulan disebut kelompok apabila ada interaksi,
mempunyai tujuan, berstruktur dan groupness”.
Groupness disini diartikan sebagai kelompok merupakan satu kesatuan. Arends
(1997) (dalam Trianto, 20007: 47) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan
pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a)Siswa bekerja dalam kelompok secaara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajar. b)Kelompok dibentuk dari siswa yang memepunyai kemempuan tinggi, sedang,
dan rendah. c)Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku, jenis kelamin yag beragam. d)Penghargaan lebih berorientasi kepada
kelompok dari pada individu.
Dari uraian tinjauan tentang pembelajaran kooperatif ini, dapat dinyatakan
bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan kerjasama yang baik antar siswa dan
saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan, dan penghargaaan.
Tingkat keberhasilan pembelajaran kooperatif tergantung dari keberhasilan
masing-masing individu dalam kelompok yang sangat berarti untuk mencapai suatu
tujuan yang positif dalam belajar kelompok.
Terdapat enam
langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran
kooperatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tahap-Tahap
|
Tingkah Laku
Guru
|
Tahap 1: Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan tujuan pelajaran dan
memotivasi siswa belajar
|
Tahap 2: Menyajikan informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan
|
Tahap 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok
belajar
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara
efisien
|
Tahap 4: Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
|
Tahap 5: Evaluasi
|
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
|
Tahap 6: Memberikan penghargaan
|
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
|
Sumber: Ibrahim, dkk. (2000) (dalam Trianto 2007: 49)
Pembelajaran kooperatif
dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran
dan memotivasi siswa untuk belajar. Langkah kedua guru menyajikan informasi,
selanjutnya siswa dikelompokkan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti
bimbingan guru pada saat siswa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas bersama
mereka. Tahap terakhir pada pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil
akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajar dan
memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman,
dan pengembangan keterampilan sosial.
5.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)
Think
pair share merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan
oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985 sebagai salah
satu struktur kegiatan cooperative learning. Think pair share memberikan waktu
kepada para siswa untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama
lain. Think pair share memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta
bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari pembelajaran ini adalah
optimalisasi partisiapasi siswa. Ciri utama pada model pembelajaran kooperatif
tipe think pair share adalah tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam
proses pembelajaran, yaitu langkah think (berpikir secara individual), pair
(berpasangan dengan teman sebangku), dan share (berbagi jawaban dengan pasangan
lain atau seluruh kelas).
a) Think
(berpikir secara individual)
Pada
tahap think, guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan
dengan pelajaran, dan siswa diminta untuk berpikir secara mandiri mengenai
pertanyaan atau masalah yang diajukan. Pada tahapan ini, siswa sebaiknya
menuliskan jawaban mereka, hal ini karena guru tidak dapat memantau semua
jawaban siswa sehingga melalui catatan tersebut guru dapat mengetahui jawaban
yang harus diperbaiki atau diluruskan di akhir pembelajaran. Dalam menentukan
batasan waktu untuk tahap ini, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar
siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, jenis dan bentuk pertanyaan
yang diberikan, serta jadwal pembelajaran untuk setiap kali pertemuan.
Kelebihan dari tahap ini adalah adanya “think
time” atau waktu berpikir yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpikir mengenai jawaban mereka sendiri sebelum pertanyaan tersebut dijawab oleh
siswa lain. Selain itu, guru dapat mengurangi masalah dari adanya siswa yang
mengobrol, karena tiap siswa memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.
b) Pair
(berpasangan dengan teman sebangku)
Langkah
kedua adalah guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat
menghasilakan jawaban bersama. Biasanya guru mengizinkan tida lebih dari 4 atau
5 menit untuk berpasangan. Setiap pasangan siswa saling berdiskusi mengenai
hasil jawaban mereka sebelumnya sehingga hasil akhir yang didapat menjadi lebih
baik, karena siswa mendapat tambahan informasi dan pemecahan masalah yang lain.
c) Share
(berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas)
Pada
langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil
pemikiran mereka dengan pasangan lain atau dengan seluruh kelas. Pada langkah
ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke
pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan
tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Langkah ini merupakan
penyempurnaan dari langkah-langkah sebelumnya, dalam arti bahwa langkah ini
menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami mengenai pemecahan masalah
yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok yang lain. Hal ini juga agar
siswa benar-benar mengerti ketika guru memberikan koreksi maupun penguatan di
akhir pembelajaran.
Tabel 2.3
Langkah-langkah (syntaks) model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
Langkah-langkah
|
Kegiatan Pembelajaran
|
Tahap 1
Pendahuluan
|
- Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu
untuk tiap kegiatan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah.
- Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai
oleh siswa.
|
Tahap 2
Think
|
- Guru menggali pengetahuan awal siswa melalui
kegiatan demonstrasi.
- Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada
seluruh siswa.
- Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu.
|
Tahap 3
Pair
|
- Siswa dikelompokkan dengan teman sebangkunya.
- Siswa berdiskusi dengan pasangannya mengenai
jawaban tugas yang telah dikerjakan.
|
Tahap 4
Share
|
- Satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk
berbagi pendapat kepada seluruh siswa di kelas dengan dipandu oleh guru.
|
Tahap 5
Penghargaan
|
- Siswa dinilai secara individu dan kelompok.
|
Penjelasan dari setiap langkah
adalah sebagai berikut:
a.
Tahap pendahuluan
Awal pembelajaran dimulai
dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi siswa agar terlibat pada
aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini, guru juga menjelaskan aturan main serta
menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan.
b.
Tahap Think (berpikir secara
individual)
Proses Think Pair Share dimulai pada saat guru
melakukan demonstrasi untuk menggali konsepsi awal siswa. Pada tahap ini, siswa
diberi batasan waktu (“Think Time”) oleh
guru untuk memikirkan jawabannya secara individual terhadap pertanyaan yang
diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar
siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.
c.
Tahap Pair (berpasangan dengan
teman sebangku)
Pada tahap ini, guru
mengelompokkan siswa secara berpasangan. Guru menentukan bahwa pasangan setiap
siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak pindah
mendekati siswa lain yang pintar dan meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian,
siswa mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban
atas permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Setiap siswa memiliki
kesempatan untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan jawaban secara bersama.
d.
Tahap Share (berbagi jawaban
dengan pasangan lain atau seluruh kelas)
Pada tahap ini, siswa dapat
mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau secara kooperatif kepada
kelas sebagai keseluruhan kelompok. Setiap anggota dari kelompok dapat
memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka.
e.
Tahap penghargaan
Siswa mendapat penghargaan
berupa niali baik secara individu maupun kelompok. Nilai individu berdasarkan
hasil jawaban pada tahap Think, sedangkan
nilai kelompok berdasarkan jawaban pada tahap Pair dan Share, terutama
pada saat presentasi memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme. Teori
konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Bagi siswa agar benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harus
bekerja memecahkan masalah dan menemukan segala sesuatu untuk dirinya.
Menurut teori konstruktivisme,
siswa sebagai pemain dan guru sebagai fasilitator. Guru mendorong siswa untuk
mengembangkan potensi secara optimal. Siswa belajar bukanlah menerima
paket-paket konsep yang sudah dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri yang
mengemasnya. Bagian terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam
proses pembelajaran, siswalah yang harus aktif mengembangkan kemampuan mereka,
bukan guru atau orang lain. Mereka harus bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya.
6. Prestasi Belajar
Kemampuan
intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh
prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu
dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh
siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Adapun prestasi dapat
diartikan sebagai hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang
telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan
belajar adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus
mengartikan bahwa belajar adalah menyerap pengetahuan. Belajar adalah perubahan
yang terjadi dalam tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi
apabila tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan. Prestasi belajar
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena
kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari
proses belajar.
Memahami
prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian
belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang
berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang
berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan. Sehubungan dengan prestasi
belajar, Poerwanto (1986:28) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu
“hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang
dinyatakan dalam raport.” Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan bahwa
“prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan
seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang
dicapainya.” Sedangkan menurut Nasution (1996:17) prestasi belajar adalah
“kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berpikir, merasa dan berbuat.
Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni:
kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang
memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria
tersebut.”
Berdasarkan
pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam
menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses
belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan
sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai
atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar.
Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari
evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar
siswa.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual seseorang menurut Bayley
(1979) dalam Slameto (2010: 131) yaitu: 1) Keturunan dimana studi korelasi
nilai-nilai tes intelegensi diantara anak-anak dengan orang tua, atau dengan
kakek-neneknya, menunjukkan adanya pengaruh factor keturunan terhadap tingkat
kemempuan mental seseorang sampe tingkat tertentu; 2) Latar belakang sosial
ekonomoi adalah pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor
sosial lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan
individu mulai usia 3 tahun sampai dengan remaja; 3) Lingkungan hidup, jika
lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang kurang
baik pula; 4) Kondisi fisik dimana keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan
yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan
mental yang rendah; 5) Iklim emosi dimana individu dibesarkan mempengaruhi
perkembngan mental individu yang bersangkutan.
Dalam
taksonomi ada tiga aspek yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto ( 2009 : 116 ),
yaitu aspek kognitif yang meliputi mengenal atau pengetahuan pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Aspek afektif yang meliputi
pandangan atau pendapat, sikap atau nilai. Dan aspek psikomotor meliputi
peniruan, pengunaan ketelitian.
Banyak
sekali faktor - faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar atau
prestasi belajar. Berhasil tidaknya seseorang dalam mencapai prestasi belajar
yang dimiliki dapat dipengaruhi oleh dua faktor:
a.
Faktor Internal
Faktor
internal ialah faktor yang mencakup seluruh pribadi yang bersangkutan termasuk
fisik dan mental. Jadi faktor ini berasal dan dituntut sendiri oleh siswa
karena berasal dari diri pribadi. faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
terdiri dari perhatian, minat, bakat, motivasi, dan kecerdasan.
b.
Faktor Eksternal
Faktor
eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar individu yang
berrsangkutan. Misalnya faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk
mengetahui besar hasilnya yang dicapai oleh siswa terlebih dahulu diadakan
pengukuran. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pengukuran ialah membandingkan
sesuatu dengan ukuran (Suharsimi Arikunto, 2009:2). Jadi pengukuran hasil belajar ini sangat
penting karena hasilnya dapat memberikan gambaran tentang kemajuan belajar,
efektivitas dan efesiensi proses belajar mengajar. Pelajaran yang efektif
menghendaki digunakannya alat ukur serta metode untuk menentukan apakah suatu
hasil belajar benar-benar telah tercapai.
7.
Listrik Dinamis
Listrik adalah salah satu bentuk energi yang
ditimbulkan oleh gerak partikel-partikel bermuatan yang disebut elektron. Listrik sudah ada sejak terbentuknya alam raya ini. Kalian dapat
melihat fenomena listrik secara alami di alam raya ini yaitu petir. Di awan
terjadi loncatan elektron yang akan membentuk petir. Studi
tentang listrik dibagi menjadi dua, yaitu listrik statis (berkaitan dengan
muatan listrik dalam keadaan diam) dan listrik dinamis (berkaitan dengan muatan
listrik dalam keadaan bergerak yang disebut arus listrik). Pada pembahasan ini
kita akan membahas khusus tentang listrik dinamis.
a. Arus Listrik
Arus listrik bergerak dari
potensial tinggi ke potensial rendah, dari positif ke negatif, dari anoda ke
katoda. Syarat terjadinya arus listrik adalah karena adanya perbedaan potensial
yang ditimbulkan oleh sumber arus atau sumber tegangan. Jadi arus listrik
adalah muatan listrik yang mengalir dalam suatu rangkaian. Seperti terlihat pada gambar 2.1
berikut.
Gambar 2.1. Aliran muatan listrik
Besarnya arus listrik dinamakan
kuat arus listrik yang di definisikan
sebagai banyaknya muatan listrik yang mengalir pada penampang suatu konduktor
tiap satu satuan waktu.
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.
I = Q/t
|
(2.1)
|
Keterangan :
I = Kuat arus listrik (ampere)
Q = muatan listrik (coulomb)
t = waktu (sekon)
I = Kuat arus listrik (ampere)
Q = muatan listrik (coulomb)
t = waktu (sekon)
b. Beda Potensial (Tegangan)
Beda potensial akan muncul pada dua
ujung penghantar jika ujung itu dihubungkan ke sumber tegangan. Alat yang
digunakan untuk mengukur tegangan adalah voltmeter. Dalam penggunaannya,
voltmeter harus disusun secara paralel
dengan dengan komponen yang akan diukur tegangannya. Perlu diperhatikan bahwa
titik yang potensialnya lebih tinggi harus dihubungkan ke kutub positif,
sedangkan titik yang potensialnya rendah dihubungkan ke kutub negatif.
Besar tegangan yang timbul pada suatu
rangkaian ditentukan oleh arus dan hambatan pada rangkaian tersebut, dan dapat
dinyatakan sebagai berikut.
V = I R
|
(2.2)
|
Keterangan :
V = Beda
potensial (volt)
I = Arus listrik (ampere)
R = Hambatan (ohm)
I = Arus listrik (ampere)
R = Hambatan (ohm)
c.
Hukum Ohm
Hukum
ohm merupakan hukum yang menjelaskan hubungan antara beda potensial di ujung
suatu penghantar dengan kuat arus yang mengalir pada penghantar tersebut dengan
suhu tetap. Hukum ohm berbunyi “besarnya
kuat arus (I) yang melalui konduktor antara dua titik berbanding lurus dengan
beda potensial atau tegangan (V) di dua titik tersebut, dan berbanding terbalik
dengan hambatan atau resistansi (R) di antara mereka”. Hukum ini ditemukan
oleh George Simon Ohm sehingga disebut hukum ohm. Secara matematis, hukum ohm
dinyatakan sebagai berikut.
I = V/R (2.3)
Hambatan
merupakan ukuran perlawanan komponen terhadap aliran muatan listrik, dan
merupakan perbandingan beda potensial suatu rangkaian terhadap arus yang
mengalir di dalamnya. Hambatan listrik diddan secara
matermatis dinyatakan sebagai berikut.
R = V/I (2.4)
Satuan
hambatan listrik adalah ohm dan diberi simbol Ω. Untuk 1 ohm adalah hambatan
listrik dari sebuah objek yang memberi kemungkinan arus listrik 1 ampere
mengalir apabila beda potensial 1 volt ditempatkan di antaranya.
Hambatan listrik tidak bergantung pada ukuran atau bentuk
kawat, tetapi ditentukan dari jenis kawatnya. Besar hambatan listrik dari suatu
penghantar yang berbentuk silinder atau tabung yang memiliki panjang dan luas
penampang bergantung pada jenis kawat, panjang penghantar, dan luas penampang
pengantar. Hambatan listrik dapat dirumuskan dalam persamaan berikut.
persamaan (2.5) |
R
= hambatan (ohm)
l =
panjang kawat penghantar (m)
A =
luas penampang (m2).
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa:
ü Semakin panjang kawat, semakin besar
nilai hambatan.
ü Semakin besar luas penampang kawat,
semakin kecil hambatan.
ü Jenis kawat berbeda, nilai hambatannya
juga berbeda.
(2.6)
|
Hambatan listrik sebanding dengan
hamnatan jenis sehingga apabila hambatan jenis kawat mengalami perubahan pada
saat suhunya berubah, maka hambatan listriknya akan mengalami perubahan.
Persamaannya sebagai berikut.
(2.7)
|
Keterangan:
R = hambatan bahan (ohm)
d.
Energi
Listrik
Energi listrik (W) adalah energi yang ditimbulkan oleh
adanya aliran muatan listrik dalam suatu rangkaian listrik tertutup. Energi
listrik yang diberikan oleh suatu sumber tegangan untuk mengalirkan arus
listrik pada suatu penghantar yang terdapat hambatan selama selang waktu
tertentu dinyatakan oleh persamaan berikut.
W = V I t
|
(2.8)
|
Jika
dihubungkan dengan hukum ohm, maka persamaan energi listrik menjadi sebagai
berikut.
(2.9)
|
e.
Daya
Listrik
Daya listrik (P) adalah energi listrik per satuan waktu
atau energi listrik yang terpakai setiap detik. Secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut.
(2.10)
|
Arus
listrik yang mengalir pada suatu rangkaian menyebabkan daya yang diberikan oleh
baterai tersebut hilang dalam bentuk kalor. Daya seperti ini disebut daya
disipasi. Jika dihubungkan dengan hukum ohm, maka persamaan daya disipasi
adalah sebagai berikut.
(2.11)
|
f.
Tegangan
AC dan DC
1)
Tegangan
AC
Sumber tegangan AC (alternating
current) menghasilkan arus AC atau arus bolak-balik. Arus bolak balik
adalah arus listrik yang besar dan arahnya berubah-ubah secara teratur
(periodik). Nilai efektif arus atau tegangan bolak-balik adalah arus atau
tegangan AC yang setara dengan arus atau tegangan yang menghasilkan jumlah
kalor yang sama ketika melalui suatu penghantar dalam waktu yang sama.
Pemasangan ampermeter dan voltmeter pada rangakian AC tidak perlu memperhatikan
polaritas ujung rangkaian karena arus AC selalu berubah arah. Bentuk grafik arus
bolak-balik adalah sinusoidal yang bisa terletak diatas sumbu waktu maupun
dibawah sumbu waktu. Pada saat bagian atas sumber AC berpolaritas positif,
sedangkan bagian bawah berpolaritas negatif, maka arus listrik akan mengalir
searah jarum jam. Sementara itu, apabila bagian atas sumber AC berpolaritas
negatif dan bagian bawah berpolaritas positif, maka arus akan mengalir
berlawanan dengan arah jarum jam. Kondisi ini tus terjadi secara teratur.
Arus atau tegangan yang ditunjukkan oleh amperemeter/
voltmeter merupakan nilai efektif dari arus atau tegangan tersebut. Arus
rata-rata AC adalah nol karena luas bukit pada kurva sinusoidal sama dengan
luas lembah pada kurva sinusoidal. Nilai maksimum arus atau tegangan AC sama
dengan nilai efektif dikalikan dengan
.
Ketentuan untuk mencari arus efektif (Ief) dan tegangan efektif (Vef)
adalah sebagai berikut.
(2.12)
|
Keterangan:
(2.13)
|
Keterangan:
Vef
= tegangan efektif (volt)
Vmax
= tegangan maksimum
2)
Tegangan
DC
Sumber tegangan DC(direct
current) menghasilkan arus DC atau arus searah. Arus searah adalah arus
yang mengalir dalam satu arah, yaitu keluar dari kutub positif dan menuju kutub
negatif. Besar arus listrik yang dihasilkan oleh sumber tegangan DC dan melalui
suatu penghantar yang memiliki hambatan yang tetap akan selalu tetap. Pada
pemasangan amperemeter dan boltmeter, perlu diperhatikan arah kutub-kutub
rangkaian karena arus DC hanya mengalir dalam satu arah. Pada saat akan
mengukur arus atau tegangan pada suatu rangkaian, polaritas ujung-ujung
ranghaian harus diperhatikan, yaitu ujung potensial positif dihubungkan dengan
kutup positif alat, dan ujung potensial negatif dihubungkan dengan kutub
negatif alat.
g.
Aplikasi Tegangan
AC dan DC
Penggunaan
arus searah (DC) dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pada pengisian aki
mobil, pelapisan logam satu dengan logam lain dengan cara kimia, dan sumber
tegangan penggerak mainan anak-anak. Arus bolak-balik (AC) memiliki lebih
banyak keuntungan daripada arus searah DC mainan anak-anak. Arus bolak-balik
(AC) memiliki lebih banyak keuntungan daripada arus searah DC diantaranya
adalah besar tegangannya dapat diatur dan rangkaiannya lebih sederhana. Oleh
karena itu, sebagian besar energi listrik dibangkitkan dalam bentuk arus
bolak-balik. Penggunaan arus AC dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pada
semua peralatan listrik di rumah tangga, misalnya telivisi, radio, kulkas, dan
alat penanak nasi.
B.
Kerangka
Berpikir
Hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika masih rendah, karena
selama ini pembelajaran fisika masih terpusat pada guru yang selalu memberikan
ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas sehingga perlu diadakan
perubahan dalam kegiatan belajar mengajar dengan siswa sebagai pusat
pembelajaran berdasarkan teori pembelajaran Vygotsky. ‘Fungsi mental yang lebih
tinggi pada umumnya muncul dalam kerja sama antar individu sebelum fungsi
mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu itu. Teori ini
menekankan adanya hakikat sosial dari belajar dan menyarankan untuk menggunakan
pola berpasangan dalam kelompok belajar yang kemampuan anggota kelompoknya
berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual.
Dari beberapa model pembelajaran yang ada, salah satu cara yang dapat
digunakan guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) dengan tipe TPS
(Think Pair Share). Dengan teknik belajar mengajar Think Pair Share yang disebutkan Fogarty
dan Robin siswa dilatih untuk banyak berfikir dan saling tukar pendapat baik
dengan teman sebangku ataupun dengan teman sekelas, sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar pada ranah kognitif siswa karena siswa dituntut untuk mengikuti
proses pembelajaran agar dapat menjawab setiap pertanyaan dan berdiskusi.
C.
Penelitian
Yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan adalah
hasil-hasil penelitian sebelumnya yang mirip dengan penelitian yang akan
dilakukan. Ada beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang
sedang peneliti lakukan, antara lain:
1.
Hirlan Abadi (2011/2012) “Pengaruh
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share (TPS) Dan Numbered Head
Together (NHT) Ditinjau Dari Minat Belajar SiswaTerhadap Hasil Belajar
Siswa( Studi Kasus di MA Mu’allimin NW Pancor pada Materi Gerak Lurus Tahun
Pelajaran 2011/2012 )”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)
Dan Numbered Head Together (NHT) Terdapat
pengaruh minat belajar siswa kategori tinggi dengan siswa yang minat belajarnya
rendah terhadap hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Adapun persamaan penelitian yang dilakukan
oleh Hirlan Abadi dengan peneliti yaitu sama-sama menggunakan
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Shre
(TPS).
Adapun perbedaannya adalah, peneliti
menggunakan satu pariabel bebas sedangkan Hirlan abadi menggunakan dua variabel
bebas yaitu TPS dan NHT. Materi yang digunakan juga berbeda dengan peneliti.
Hirlan abadi menggunakan materi Gerak Lurus, sedangkan Peneliti menggunakan
materi Listrik Dinamis.
2.
Muhammad Aminudin (2010/ 2011) “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think
Pair Share) Untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Fisika Pada
Materi Wujud Zat di Kelas VII MTs. NW Senyiur Tahun Pelajaran 2010/2011”. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa model pemelajaran kooperatif Tipe TPS dapat
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar fisika siswa kelas VII di MTs. NW
Senyiur. Persamaan penelitian Muhammad Aminudin dengan peneliti adalah
sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Adapun
perbedaannya adalah materi dan tempat penelitiannya. Muhammad Aminudin menggunakan
materi Wujud Zat dan di Sekolah MTs. NW Senyiur, sedangkan peneliti menggunakan
materi Listrik Dinamis di Sekolah MA NW Korleko.
3.
Rihlatul Uzzah (2011/2012) “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)
Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII SMP
Negeri 1 Suralaga Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian Rihlatul Uzzah
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa kelas VII di SMP Negeri 1
suralaga. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah sama-sama menggunakan variabel bebas TPS. Adapun perbedaannya
adalah lokasi tempat meneliti. Rihlatul Uzzah meneliti di SMP Negeri 1
Suralaga, sedangkan peneliti di MA NW Korleko.
4.
Muliyana (2010) dengan
penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share untuk meningkatkan ketuntasan belajar biologi
siswa kelas VIII MTs. NW Tampih tahun pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa dengan
prestasi belajar yang maksimal.
5.
Rihana, tentang
efektivitas penggunaan model pembelajaran Think
Pair Share terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri
1 Suralaga tahun pelajaran 2010/2011 yang menyimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran Think Pair Share sangat
efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan
aktivitas dan prestasi belajar siswa.
6.
Endah Neni Mastuti (2009) yang berjudul “Meningkatkan Hasil
Belajar Biologi dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think
Pair Share) pada Siswa Kelas VIIID SMP Negeri 2 Gondang Sragen Tahun
Pelajaran 2008/2009” Menyimpulkan
bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think
Pair Share) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa di SMP Negeri 2 Gondang Sragen.
7.
Penelitian
Hendrawan (2008) yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think
Pair Share Untuk Membantu Dan Memotivasi Siswa Kelas Xa SMA YPPI-II Tahun
Pelajaran 2009/2010”,
Menyimpulkan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif diupayakan agar
siswa saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
8.
Penelitian Hernawati (2007) yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII E SMP N 14 Tegal dalam Pokok
Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel”,
menyimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative
Learning Tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas VIII E SMP N 14 Tegal.
D.
Hipotesis
Dalam
penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah ada pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) terhadap prestasi belajar fisika materi pokok
Listrik Dinamis pada Siswa kelas X MA NW Korleko tahun pembelajaran 2013/2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.